Rabu, 02 Maret 2016

Siluet Hati

Ini sebuah pengakuan dari hati yang terdalam, teruntuk siluet hati yang kini mengisi hari-hari saya menjadi semakin berarti... (Siapa dia? Sebagian besar dari kisah ini adalah curahan yang sebenarnya... tapi bukan berarti semuanya reality ya... happy reading)


...
Dear Senja warna ungu,
Jangan tanya
Mengapa kumenangis,
Karena aku sendiri tak tahu
Bagaimana aku nanti
Bisa menjelaskannya
Ada hujan di sini...
Bukan cinta
Ada hujan di sini
Bukan rindu
Ada hujan di sini
Air mataku
...

"Tiap denting itu menyadarkanku akan waktu yang secepat kilat bergulir membawaku ke usia 20 tahun. Dan kini tepat 15 Desember 2013 yang sunyi. Kumasih menyebut nama itu yang kusebut 'masa lalu'. Senja itu indah, namun kehilangannya membuatku membenci suasana ini. Sunyi tanpa kata darinya. Kehadirannya yang hanya sekilas, semusim melalui waktu bersamanya dan jujur dia adalah pacar pertama yang pernah kumiliki."

Vira, gadis bermata bening itu menuliskan kisah hidupnya, mengadu pada diary ungunya. Iwan, nama masa lalunya, begitu dalam sosok itu masuk dalam pikiran dan hatinya. Keseharian yang dulu dikenangnya, berkeluh kesah bersama, membagi kisah bersama. Dia masih menyimpan semua itu menjadi memori yang takkan terhapus oleh virus apapun. Meski dia sudah memiliki cinta yang lain, tapi kenangan tetap saja kenangan.

***

Merupa denting rindu
Pada rerintiknya yang membasahi bumi cintaku
Adalah rasa bertabur kidung kirana
Tereja bersama bias bianglala
Melesap ke dalam lubuk jiwa paling didamba; paling dicinta...

Vira tergugu, membaca puisi sesorang yang diam-diam merebut perhatiannya. 'Apakah ini pengakuan?' Terbesit tanya yang mendalam atas rasa yang Tuhan hadirkan saat ini. Setelah lewat cerpen, apakah dia akan merebut seluruh perhatian Vira? Mungkin saja jawabnya 'ya'. Kali ini hujan telah berhasil menyemaikan cinta Vira, 'mungkin dia terlahir untukku... ups bukan, tapi aku terlahir untuknya, mungkinkah?' Vira sibuk bertanya-tanya dalam hati, senyum simpul itu mengembang begitu saja. Untuk sesaat, dia melupakan sosok Iwan dari pikirannya. Marun merona di pipinya.

Rerintik pula mengusik hatiku mulai merindumu
Lelaki hujan, lesap cintamu mulai menyemaikan cintaku
Kanvas hidupku mulai berwarna karenamu
Mungkinkah jua engkau adalah sandaran hati dari-Nya?
Dia balas puisi itu masih dengan senyum mengembang, sejenak ia memejamkan mata. Kembali wajah Iwan membayang di pelupuk mata. 'Astagfirulloh, jangan biarkan aku tenggelam dalam lautan cinta yang nantinya akan menenggelamkan aku ke dasarnya.' Kembali Vira bermain dengan intuisi hatinya. Antara rasa ingin melupakan dan mengenangnya.
Yach, Vira belum dapat melupakan Iwan secepat itu, tapi yang pasti dia harus bisa. Karena Iwan telah bahagia, dengan hidupnya, tanpa ocehannya tanpa memikirkan Vira. 'Aku melepasmu karena ingin melihatmu bahagia' Itu kata-kata terakhir yang Vira ucapkan untuk masa lalunya. Mungkinkah cinta selamanya tak mesti memiliki? Lagi-lagi kata bijak itu menggelayuti hatinya, bertanya-tanya. Siapa cintaku?

***

10 Februari 2014
Hari ini Vira menjemput seseorang yang selama ini membuatnya tersenyum penuh arti. AM, itu inisial yang tersemat manis di hati Vira saat ini. Pelataran Masjid Baitunnur Blora, yang tepatnya sekitar Alun-Alun Blora, pusat kota. Seorang pria sabar menunggunya, membawa tas punggung dengan kemeja warna hitamnya berdiri tepat di depan masjid seperti janjinya.
"Assalamualaikum," satu salam menyadarkan Vira yang terlihat bingung mencari seseorang.
"Wa'alaikumsalam," balasan salam lembut terdengar.
Satu, dua, tiga, sepersekian detik keduanya bertatapan. Tanpa kata. Dapat terlihat keduanya salah tingkah, kata-kata yang dari rumah disiapkan Vira lenyap seketika.
"Sudah lama Kak?" Vira mencoba mencairkan suasana.
"Sekitar 15 menit kayaknya, satu jam pun nggak masalah jika menunggu kamu," tawa kecil keduanya menggema.
Pagi ini jalan masih lengang, hanya satu dua orang yang telihat melakukan rutinitas pagi.
"Kakak bisa aja, udah yuk jalan aja, rumahnya deket kok dari sini,"
Amir mengangguk tanda setuju, tersenyum simpul, binar mata di keduanya mengisyaratkan cinta yang terbalas.
"Hmm, rasanya aku akan lama di sini, nggak pa-pa kan?"
"Tentu aja nggak pa-pa kak, nggak ada yang larang, terkecuali kalo pacar kakak marah, hehe"
"Hmm, kamu masih ragu yach sama status aku?"
Vira diam, menghentikan langkah kakinya. "Aku nggak mau mengulang kesalahan yang sama aja Kak, sebelum aku terperangkap jauh, yang pasti sebisa mungkin aku mengendalikan rasa ini aja,"
"Dan aku minta, kepercayaanmu ya, pertemuan kita bukan kebetulan kan? Ada takdir yang mengatur jodoh, dan Tuhan nggak akan salah dengan keputusannya, termasuk dengan hati kita."
Perkataan Amir, membuat hati Vira semakin pasrah, menyerahkan semua pada kehendak Ilahi. 'Ya, ini takdir-Mu' batin Vira berbicara.

***

Kisah ini terjadi atas kehendak-Nya. Di tempat yang sama, bukit Golf Blora kenangan itu terusik kembali.

..."Abi janji nggak akan ninggalin Umi?" Iwan tersenyum simpul mendengar pertanyaan itu.
"Mau Abi jawab apa?" pertanyaan balik itu begitu menusuk, bukan jawab yang didapat tapi... Ah, Vira tak mengerti mengapa dia mencintai Iwan.
"Nggak akan dan nggak akan pernah" jawaban itu hanya sekilas, seperti siluet yang membatasi langkah Vira tiap harinya, antara cinta dan benci yang ia rasa...

"Lalu gimana menurut ka..." Amir tak melanjutkan kata-katanya, dia sadar Vira terkenang masa lalunya.
"Hmmm, iya eh iya kak, kenapa?"
Amir tak menjawab, sesaat rasa cemburu melintas di hatinya. Dia hanya memejamkan mata.
"Maaf kak." Bulir hangat membasahi pipi Vira, senja ini sungguh menyiksa.
Sesaat kemudian, Amir menggenggam erat tangan Vira, "Hapus nama itu ya, biarkan aku memahami kamu seperti hujan yang memadamkan benci dan menyemaikan cinta di hati kamu," diusapnya air mata Vira. "Biarkan aku menggantikannya, tunggu aku. Sebagaimana aku menunggu hatimu seutuhnya hanya untukku." satu pelukan menenggelamkan keduanya dalam haru.
"Akan kucoba kak," jawaban Vira cukup membuat Amir tenang.
'Aku mencintaimu kak, saat ini aku bahagia bersamamu, aku hanya terkenang olehnya, tapi bukan berarti aku tak mencintaimu. Dia hanya masa lalu.'
"Apa kakak serius sama aku?"
Rintik hujan sedang menyemaikan cinta itu, ada cinta di kedua mata itu, Vira dapat melihatnya. Dan kini hujan menyatukan kepingan hatinya. Di balik rintik Amir membisikkan puisi yang pernah ditulisnya "Aih, jangan pernah kau meragu, ada rindu pada tiap rintik yang membasahi puing-puing hatiku, pun di sebalik senyum itu, ada bisik-bisik cinta yang menelisik ke dalam sukma"
Vira mendengarnya, jelas terngiang dan lekat dalam ingatannya...
Lelaki hujanku, bilamana rasaku rasamu jua, pun diriku untukmu adalah takdir-Nya, jagalah rasamu, biarkan kidung kirana membahana melalui suara hatimu, biarkan hujan meleburkan kita menjadi satu, satukan puing-puing hatimu dan hatiku"  Vira membalas puisi itu, membiarkan rintik menyemaikan rasa untuk siluet hati yang dicarinya. Hanya Amir.
"Aku dan kamu... Satu...
" Amir dan Vira mengucap janji itu, keduanya menatap langit senja warna ungu, dan hujan menyatukan dua kepingan hati itu untuk kurun waktu yang tak siapapun dapat menduga. Selamanya cinta akan tetap bersemi pada jiwa-jiwa yang merindu.

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar